Belajar dari sang Kumbang Hitam[1]



Oleh : Waspuhan Muriadi[2]

... kisah ini berawal dari masa dimana untuk pertama kalinya aku bertemu dengannya di ruang G 305...

Ia duduk di sudut ruang dengan pandangan terfokus ke buku yang ada di tangan kanan. Sesekali ia berdeham. Atau sekedar merenggangkan tangan supaya tidak kram. Wajahnya kucal. Penampilannya tak kalah kumal. Kulitnya hitam legam dengan rambut yang agak tebal dan panjang. Kumis tipis tumbuh di atas bibirnya yang tebal. Mungkin karena itu teman-temannya menjulukinya si hitam. Tapi aku lebih suka memanggilnya si kumbang. Nanti kalian akan tahu sendiri sebabnya.

Tidak ada sesuatu yang membuat ia tampak istimewa. Tapi entah kenapa seperti ada magnet yang membuat perhatianku tertarik dengan gayanya yang berbeda. Terdorong rasa penasaran, aku duduk di sampinganya dan memperhatikan apa yang sedang ia lakukan.

“Suka baca puisi juga?” tanyanya tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang ia baca.

“Ah, eh ... iya.” Jawabku salah tingkah seperti anak kecil ketahuan mencuri. “Tapi sebenarnya aku lebih suka baca cerpen atau novel. Puisi terkadang membuatku tidak mengerti...”

“Tapi setiap bait puisi memiliki arti tersendiri.”

“Ya, kau benar. Hanya saja...” kalimatku menggantung di udara. Otakku berputar-putar mencari jawabannya. Tapi sialnya aku titak berhasil menemukannya sementara mulutku sudah terlanjur menganga ingin menjawabnya.

“Mainlah ke kosanku. Aku punya koleksi buku yang mungkin diantaranya ada yang kau suka...” potongnya.

Mendapat ajakkan itu tentu saja membuatku berbinar. Bak pungguk merindukan bulan. Kegemaranku membaca buku yang tidak sejalan dengan pemasukan uang saku membuatku harus mengurungkan niat jika ingin membeli buku. Aku lebih sering meminjamnya di perpustakaan atau pergi ke toko buku hanya untuk menumpang baca disana. Tapi sekarang ada orang yang dengan baik hati mau meminjamkan buku-bukunya padaku. Betapa bahagianya aku.
***
Ruangan itu berukuran 2 x 2 meter persegi. Agak sempit namun tidak terasa menghimpit. Terdapat jendela mungil di samping pintu yang membuat cahaya mentari dan udara masih bisa masuk ke dalamnya. Begitu pintu di buka, pemandangan pertama yang terlihat adalah puluhan atau bahkan ratusan buku yang berserakan di lantai, di atas meja kecil, di atas lemari dan di rak buku mini. Agak berantakan memang, namun entah mengapa justru membuatku semakin girang.

“Wow...” itu kalimat pertama yang terucap dari mulutku begitu memasuki kamar kos itu.

Si kumbang hanya menyunggingkan senyum sambil mengacak-acak rambutnya yang berantakan. Setelah itu ia duduk di beranda luar dan kembali terjun ke dalam dunia bacaanya.

“Pilihlah buku yang kau suka. Tapi jangan berisik. Aku tidak suka di ganggu!”

Kuacungkan jempol ke udara. “Sip!”

Jemariku sibuk menyibak buku-buku yang menyebar di tiap sudut ruangan. Aku kegirangan. Mataku berbinar. Namun sebisa mungkin teriakan bahagia ini kutahan. Dan akhirnya kumenemukan sesuatu. Sebuah buku yang berjudul “Antara Kumbang, Madu dan Bilik Waktu” kini ada di tanganku. Tidak hanya sampulnya yang menarik, tapi juga nama pengarangnya yang langsung membuat mataku mendelik. Hamoezi. Orang yang sekarang sedang sibuk membaca dengan posisi tangan menopang dagu.

Kubuka sampul buku itu. Tertulis barisan kata-kata indah pada halaman pertama. Aku tertegun. Mataku seakan terpaku. Detik berikutnya aku telah tenggelam dalam alur cerita yang membawaku pada satu pemahaman baru.

... Madu semakin meragu

Ia sudah lama menunggu. Sebentar lagi bunga akan layu. Sia-sia ia menanti kalau akhirnya harus mati. Sementara sang Kumbang akan terus terbang meski ia semakin meranggas gersang. Ia hanya ingin dijemput dengan sekali seruput.

Sebelum Bilik Waktu menjemput selayaknya malaikat maut...

Cerita dalam buku ini tidak seringan fabel. Tak jua berat seperti filsafat. Namun ia berisi seperti kontemplasi yang dibungkus dengan alunan kata-kata menyerupai puisi. Dan itu membuatu mengerti tentang arti dari cerita ini. Bahwa Madu ibarat sebuah buku, Kumbang perlambang orang, sementara Bilik Waktu laksana otak yang dungu. Ketiganya saling berkaitan. Semuanya saling berdekatan. Dan ada pada realitas kehidupan nyata.

“Kupikir kau hanya suka membaca puisi, ternyata kau juga bisa menghasilkan karya yang berisi. Tulisanmu bagus.” komentarku.

Kulirik sekilas wajahnya. Tidak ada reaksi. Ia masih serius membaca.

“Itu bukan apa-apa. Masih banyak hal yang mesti aku gali untuk terus memperbaiki diri...” ujarnya kemudian dengan nada datar.

Perlahan aku berjalan ke arahnya kemudian duduk sisinya. “Hei! Nadamu terdengar pesimis sekali?” kutepuk pelan pundaknya, hanya untuk sejenak mengalihkan perhatiannya. Dan itu berhasil. Perlahan, ia menutup bukunya dan menatapku.

“Aku tidak pesimis. Tapi aku mencoba untuk berpikir realistis dan kritis. Dan terima kasih untuk pujiannya.”

Aku langsung terdiam. Dia membisu. Tak lama ia kembali hanyut dalam bukunya. Kesunyian perlahan merambat. Namun, tak berapa lama, akhirnya ada kata-kata yang terlontar dari mulutku,

“Kamu bukan Bung Karno. Kamu bukan pahlawan. Kamu juga bukan atlet. Tapi sadar atau enggak, kamu udah jadi guru yang membangun bangsa ini dengan buku dan ilmu. Suatu hal sederhana menurut sebagian kacamata orang, namun menjadi harta berharga bagi mereka yang dahaga akan bacaan...”

“Termasuk dirimu...”

“Dan sejuta lebih anak Indonesia yang terampas hak-nya.”

Ia tersenyum. Kemudian tertawa kecil. “Dasar penikmat Madu!”

Aku pun ikut tertawa. “Dasar kumbang hitam...”

Dan hari itu, aku banyak sekali belajar dari sang kumbang hitam. Sosok yang sederhana namun memiliki pemikiran luar biasa. Tak pernah sekalipun aku kecewa telah mengenal kawan sepertinnya. Dialah yang kemudian menginspirasiku untuk membangun sebuah rumah baca suatu hari nanti...
Untuk sahabatku :
Hamzah Mohamad Al-Gozi
Atas segala inspirasi yang kau berikan padaku
Bekasi, 12 Sepember 2011
06:40 WIB


[1] Cerita yang diilhami dari kisah nyata yang dialami penulis.
[2] Mahasiswa jurusan bahasa Perancis 2009

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Anna Rakhmawati mengatakan...

nice post.. :)
ternyata kahim bemj unj suka nulis juga yaa..hehe.
oia, je m'appelle Anna, yang kemaren nge-mc di acara kunjungan UNJ ke Ub. salam kenal =)

btw, keren nih blognya,,kebetulan aku juga suka nulis, pecinta buku dan punya cita2 buat bikin rumah baca. ya mungkin ntar kita bisa sharing2..

a bientot :)

Bocah Kelayapan mengatakan...

Merci anna, maaf baru buka blog lagi jd baru bales komen kamu. Salam kenal hehe...

Posting Komentar