wajah buram gedung MKU

Potret Buram Gedung MKU

Oleh : Waspuhan Muriadi (Pend. B. Prancis/09)

Mata Kuliah Umum atau yang biasa disingkat dengan MKU, merupakan mata kuliah tambahan untuk melengkapi Sistem Kredit Semester (SKS) selain mata kuliah wajib. Bisa dibilang MKU merupakan muara yang mempertemukan mahasiswa dari setiap jurusan yang berasal dari tujuh fakultas di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Selain fungsi utama diatas, MKU juga merupakan wadah atau sarana bagi mahasiswa untuk mengenal rekan sesama mereka dari berbagai jurusan dan angkatan.

Ketika kita berbicara menganai pendidikan, tentu tak lepas dengan yang namanya sarana dan prasarana. Jika diibaratkan, kedua hal tersebut merupakan tiang yang menunjang mutu atau kualitas pendidikan. Berangkat dari sini kemudian muncul sebuah pertanyaan, sudahkan sarana dan prasarana, khususnya di ruang kelas MKU sudah cukup menunjang? Dari pengalaman penulis dan wawancara dengan beberapa mahasiswa terkait dengan ruang kelas MKU, menjawab pertanyaan diatas, sejauh ini masih jauh dari kata cukup.

Ketidakmerataan pembangunan tidak hanya terjadi di daerah terentu di Indonesia, namun ketidakmetrataan itu juga tampak pada bangunan UNJ, khususnya gedung MKU. Warga UNJ mungkin bangga melihat gedung Pusat Studi Guru (PSG) berdiri tegak dengan perpaduan warna merah dan kuning gadingnya. Namun disisi lain kita miris melihat ruangan MKU yang terkesan kumuh dan tidak terawat.

Sarana kelas

Kumuh. Pengap. Berantakan. Tiga kata itulah yang kita tangkap saat memasuki ruang kelas di lantai dasar gedung L, Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Kondisi ini sangat kontras dengan ruang kelas yang terdapat di lantai dua dan tiga yang lebih tertata dan nyaman karena dilengkapi pendingin ruangan (AC). Penulis sendiri pernah merasakan ketidaknyamanan itu ketika semester lalu mengambil mata kuliah umum Bahasa Indonesia dan belajar di ruang K.110.

Ruangan itu sangat pengap karena jumlah mahasiswa yang melebihi kapasitas ruang kelas berbanding terbalik dengan minimnya fentilasi udara yang tersedia. Sementara dosen sibuk menerangkan materi, mahasiswa dengan wajah penuh peluh asyik mengipasi dirinya. Dan yang perlu dikritisi lagi adalah soal penerangan yang kurang dan ruang kelas yang berdebu. Kondisi ini diperparah dengan jebolnya triplek yang memisahkan ruang K.110 dengan ruang di sampingnya, sehingga suara bising dari ruang sebelah meredam suara dosen yang sedang mengajar.

Potret buram ini juga dapat kita temui di ruang-ruang lainya yang kondisinya tak jauh beda. Kurangnya sarana dan prasarana yang memandai tentu saja berimbas pada kurang efektifnya proses belajar-mengajar. Dan secara tidak langsung menghambat peningkatan kualitas mahasiswa UNJ.

Dalam bukunya, Kekuasaan dan Pendidikan, H.A.R Tilaar menyebutkan bahwa tren baru dalam mengembangkan universitas dewasa ini hanya dapat diikuti dengan tersedianya tenaga yang berkualitas dan sarana yang memadai.

Selfevaluation

Dalam buku yang sama, H.A.R Tilaar menyebutkan bahwa salah satu dari lima kegiatan pokok yang dirumuskan dalam PROPENAS tentang penataan system pendidikan tinggi atau manajemen pendidikan tinggi adalah meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tinggi untuk melakukan evaluasi diri (selfevaluation). Meski selama ini upaya-upaya untuk memperbaiki manajemen pendidikan tinggi sudah mulai dilaksanakan, namun alangkah bijaksananya jika ditambah dengan memperbaiki sarana dan prasarana yang ada di universitas guna meningkatkan mutu pendidikan.

Langkah inlah yang agaknya harus dilakukan oleh penentu kebijakan UNJ, untuk segera memberikan fasilitas yang nyaman dan memadai di gedung MKU. Jika pembangunan gedung PSG yang berlantai sepuluh bisa menelan biaya sekitar Rp 94 milyar, maka untuk merenovasi gedung MKU yang hanya satu lantai agaknya bisa direalisasikan dengan penggeluaran anggaran yang tentunya tak terlalu besar.

Belum terlambat untuk melakukan selfevaluation. Tahun ajaran baru masih 2 bulan lagi. Dan waktu yang sempit itu setidaknya bisa dimanfaatkan untuk merenovasi gedung MKU agar pada saat tahun ajaran baru nanti seluruh warga UNJ, baik dosen maupun mahasiswa, bisa tersenyum senang dan dapat melaksanakan proses belajar mengajar yang nyaman dan tenang. Dan tidak ada lagi kesan dianak-tirikan begitu memasuki gedung L itu. Semoga saja para penentu kebijakan UNJ dapat mendengar keluhan mahasiswa dan merealisasikan harapan kita semua untuk gedung MKU yang lebih baik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perkenalkan...











Hai kenalin, nama gue Waspuhan muriadi, ato yang lebih beken di sapa Puhan (bukan Pohan, Puhon apa lagi sePuhan. Awas, gue jitak kalo ampe lo manggil gue dengan nama itu!). gue keceprot (baca: lahir) di Djakarta 29 maret 1990, tepatnya pas hari kamis-kalo gak salah. Gue bisa di bilang mempunyai tampang yang manis berat. Ehm, menurut survey yang gue lakukan dengan beberapa nara sumber-yang semuanya katarak- mengatakan kalo gue ini 100% muanisss banget. Semanis madu n tanpa pemanis buatan! (bagi yang mau muntah silahkan, hehehe….:-))

· gimana menurut kalian. Cute banget kan. Hahahaha… ketawa puas!

· Liat tuh senyum gue. Kurang manis apa coba?

HUWEKSSS…!!!

Lanjut buuuu…! Gue punya geng yang gue kasih nama Pastop. Lebih tepat di sebebut komunitas orang stress sebetulnya dari pada geng, soalnya para personilnya semuanya nggak ada yang waras. Kecuali gue tentu saja. *kabuuurrr sebelum di jitak!

Mau tau gak siapa aja personilnya. Yuk mareeee kenalan…

Cewek satu2nya di geng pastop ini namanya Ria. Orangnya buaweeeeellll banget. Pipinya tembem n idungnya kecil banget kayak idung babi, hehehe…(pish!). bertubuh kurus (inget ya kurus, bukan langsing!). n ngefans banget sama Irwansyah. Jangan mudah tertarik sama wajah jeleknya, karna dia ini adalah si playgirl sejati (iyah, diantara kita berlima cuma dia yang udah kenyang gonta-ganti pacar. Sementara gue: belum pernah pacaran sekali pun. Sediiiihhh. Padahal kan tampang gue gak jelek2 amat yah? Hanya Tuhan yang tau). Oh iya dia ini juga punya idra penglihatan yang sangat tajem lho, apa lagi kalo liat cowok yang keren dikit aja, pasti deh dia langsung heboooh banget pingin kenalan.

Bibirnya yang mungil ternyata berakibat fatal pada kecerewetannya dan berimbas ke orang2 sekitarnya (apa coba?). iye, kalo lagi ngumpul bareng dia pastikan aja kita selalu bawa kuping cadangan, soalnya cewek yang satu ini nggak pernah kehabisan topic pembicaraan seputar kehidupannya yang menurut gue aneh banget tapi seru n kocak! Siap2 aja deh kalo deket sama dia kuping anda akan pensiun selama sejam. Lebaiii….

Nah kalo yang ini namanya Rungki (bukan pengki, tapi Rungki). Kalo gue bilang sih dia ini tipe kutilang dara: kurus tinggi dada rata. Paling jangkung diantara kita berlima. Orang juga rada2 stress gitu. Satu level lah sama gue. Bedanya gue ganteng dia kagak, huehehehe…

Rungki ini keturunan jawa tulen. Bokapnya pencinta wayang sejati sampe2 namanya dia aja (konon katanya) diambil dari nama salah satu tokoh wayang. Oooohhh…pantes ya badannya dia nggak pernah gemuk. Kutukan tuh, hihihi…

Kaaaabbbuuuurrrr sebelum di timpuk!!!! J

Eh iya, satu hal yang gue aneh dari mahkluk berkacamata ini. Kalo pada umumnya orang pingin naek kelas, tapi kalo dia malah turun kelas. Bingung? Jadi gini, pas dia sd mau naek ke kelas 6, dia langsung di turunin ke kelas 4 sama bonyoknya dengan alesan yang sampe sekarang masih jadi misteri buat gue. Dan karna dia anak yang penurut, baik hati dan suka menabung di wc, jadi dia fine2 aja gitu turun kelas. Tapi ada hikmah di balik kejadian itu (apaaaa sihhh??). mungkin kalo Rungki gak turun kelas gue gak akan pernah kenal sahabat sebaik dia…

Mmm…yang ini namanya Ali. Pas pertama kali kenal orangnya pendiem abis. Bener2 diem kalo nggak di tanya. Sampe2 saat itu gue mikir kalo dia ini bisu ato kurang pendengaran gitu (baca: bolot). Tapi setelah lama kumpul bareng anggota pastop yang laen dia jadi ketularan eror otaknya. Buktinya dia suka ketawa2 ngakak gitu kalo di gelitikin (ya iyalah). Dan bukti otentik laen yang menunjukkan kegilaannya adalah saat2 dimana dia suka sama cewek untuk yang pertama kalinya. Suka senyum2 mesum gito deh kalo di godain.

Dan tau gak siapa cewek pertama yang di sukain Ali?

Gue kasih tau ciri2nya ya:

*bibir mungil, cerewet

*idung kecil mirip babi

*mata genit

*bodi kuyus

* wajah pas2an

* satu2nya cewek dia anggota pastop

Udah tau kan? Yups, bener banget: Ria!

Entah guna2 apa yang di lakukan Ria sampe Ali bisa kepelet sama dia, ckckckck…

Ehm. Yang ndutz ini namanya Irpan. Badan agak2 bulet kayak baso dan sering jadi tempat pelampiasan gue kalo lagi gemes sama bocah bayi, yaitu gue cubitin teteknya yang montok! Hwehehehe…*ketawa mesum.

Jangan tertipu sama wajahnya yang serem kayak gorilla itu. walopun badannya besar dan ototnya kekar, tapi dia ini punya hati yang sangat lembut sekali. Oh… co cwiiittt.

Bocahnya rada pobia sama hewan berbulu. Sama anak kucing aja takut. Dan kalo gue deketin hewan lucu n berbulu macam kelinci ke mukanya, pasti dia langsung jerit dengan suaranya yang melengking. Sumpah gue gak bo’ong suaranya kenceng abis. Nggak merdu lagi.

Tentang pastop….


Alkisah…

Dulu pas gue sd gue terobsesi banget pingin bikin sebuah geng. Keinginan itu muncul setelah gue nonton senetron2 di tipi yang menurut pemikiran gue saat itu sangat keren kalo gue punya sebuah geng. Yah namanya juga anak sd…

Gak lama kemudian gue ketemu sama Rungki. Dia ini adalah sobat pertama gue sejak gue pindah ke Bekasi. Dia juga yang ngenalin gue sama temen2nya. Gue kenalan sama Trisna, Jodi, Sandi, Ali, Eko n Hilal. Dan inilah personel pertama geng pastop itu.

Btw kenapa namanya pastop?

Nama itu gue pungut dari salah satu tulisan di pos gardu sodara gue (gak kreatip banget). Arti dari pastop sendiri adalah pasukan ngetop. Yah… dari kecil gue emang udah narsis banget pengen ngetop, sampe2 nama geng gue aja gue namain pasukan ngetop.

Jujur, pas sd gue lumayan terkenal lho…:”)

* Rungki melotot kearah gue

Ehm, gue ralat. Sebenernya yang terkenal itu Rungki. Tapi karna gue sering maen ama dia jadinya gue ketularan tenar deh, hahaha…ketawa biadap!

Masuk ke bangku smp kita semuanya pisah alias beda2 sekolah. Pastop bubar???* panic ceritanya. Oh tentu tidak! Gue membentuk geng pastop lagi pas kelas 2 smp, tapi dengan anggota yang baru. Gue kenalan sama bocah cewek centil yang punya mulut 1000. buaweeeeeeeelll banget, tapi asyik buat dia ajak curhat. Dan kenapa Irpan bisa masuk pastop?

Iya ya…kenapa si bantet itu bisa tiba2 masuk keanggotaan pastop. Padahal dulu Irpan adalah musuh bebuyutan gue di sd. Dan naasnya lagi gue satu smp sama dia. Mungkin itu kali ya yang menyatukan hati kita (lho?). gue juga gak ngerti kenapa gue bisa jadi deket sama Irpan…

Aniwei, banyak banget kejadian2 ajaib yang gue alamin sama geng pastop. Mulai dari yang sedih sampe yang gila juga ada (tapi lebih banyak gilanya sih, hehehe…). Cerita selengkapnya mengenai pengalaman2 unik itu bisa kalian liat di bab selanjutnya. Penasaran? Baca ampe abis ya!


Pesen gue buat anak pastop:

*jaga terus silahturahmi antara kita. Apalagi pas lebaran, kan banyak kue2 tuh (nggak nyambung deh!)

*Tetep jadi diri kalian yang stress, gila, sinting, n jangan pernah meninggalkan kawasan Grogol karna kalian patut di lindungi kegilaan otak kalian buat menghibur gue kala gue cediiihh…(sok imut gitu ngomongnya)

*jangan pernah lupain sahabat terganteng kalian ini (Huekkk…) dimana pun n kapan pun kalian berada, walo sekarang kita udah pisah ranjang, eh pisah sekolah maksudnya.

Daaaaggghhh….!!!! J

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perpisahan






15 juni 2006…

Ini adalah hari yang sangat menyedihkan buat gue selama gue sekolah di shatam. Yups, tepat hari ini gue akan berpisah sama temen2, guru2, dan juga “dia”. Entah kenapa perpisahan di pantai Anyer yang begitu meriah ini terasa hambar buat gue.

Terlalu banyak kenangan yang tersimpan di sekolah ini yang ngebuat gue beraaaaat banget buat ninggalin semua yang ada di sini. Termasuk ‘dia’. Bayangin aja, 3 taun gue sekolah di sini dan hidup gue lebih banyak gue lewatin di sekolah ini (ceilah bahasanya; berat), dan hari ini gue harus ninggalin itu semua. OH NO!

Pagi jam 6 semua murid di kumpulin di lapangan sebelum masuk ke bis masing2. ini ngingetin gue pas pertama kali gue di MOS trus di suruh baris di lapangan ini sama kakak kelas. Saat itu gue masih lmut2 n lucu2nya. Gue masih pendek n pipi gue juga agak temben. Waktu kayaknya bergulir begitu cepet. Kayaknya baru kemaren gue ngijek kaki di lapangan ini dan sekarang untuk terakhir kalinya gue berdiri di lapangan ini.

Usai pengarahan singkat dari Pak Supringadi semua murid masuk ke dalem bus masing2. hiruk pikuk, canda tawa mewarnai perjalan ke Anyer kala itu. Brum…brumm… bus berangkat. Gue, Gede n Diki duduk di bangku ke dua dari depan. Sementara dia duduk di bangku ke tiga belakang gue.



Nggak gue pungkirin kalo saat itu gue seneng bisa jalan2 sama temen2 sekelas gue plus wali kelas, tapi tetep aja ada sedikit kesedihan yang menyelinap di hati gue coz sahabat gue Toing gak bisa ikut gara2 ortunya gak ada duit. Miris banget kan?

Perjalanan dari sekolah ke pantai Anyer memakan waktu hampir dua jam. Dan di sepanjang perjalanan gue sibuk minta2 makanan ato lebih tepatnya menjarah makanan temen2 gue. Ato kalo lagi habi berpoto2 ria sama temen2 gue, itung2 buat kenang2an lah.


Akhirnya kita sampe juga di pantai Anyer. Indah banget! Hamparan pasir putih plus birunya air laut membuat nafsu birahi gue untuk berenang menjadi timbul. Dengan lekas gue melecuti jaket gue trus nyebur deh di bibir pantainya. Hembusan angin pantai sedikit ngelupain kesedihan gue. Gue pun tertawa bersama ombak2 n maen ciprat2an aer sama temen gue kayak bocah kecil.

Belum puas rasanya kalo belum nyobain banana boat. Gue n temen2 gue nyewa banana boat yang di tawarin sama abang2 dengan harga yang cukup murah. 25 ribu per orang. Gue tanpa pikir panjang langsung ngambil duit trus nyodorin duit itu ke abangnya.

Di tengah laut….

“AAAAARRRGGGGHHHH….!!!! Was, jangan di goyang2 dong!!!” Arnold, temen gue, teriak2 histeris di belakang gue sambil meluk2 gue dengan mesranya.

Gue ketawa ngakak ngeliat muka Arnold yang ketakutan waktu banana boat melaju dengan kecepatan tinggi trus gue enjot2 untuk menambah sensasi. Aksi gue itu sekilas mirip penghuni RSJ yang kabur trus menunggang kuda dengan liarnya.

Pas abangnya nawarin mau diceburin apa nggak, Arnold adalah orang yang lantang berkata “NGGAAAKK!!!”

Gue sih sebenernya mau diceburin. Enak aja ngapung2 di laut mirip korban kapal Titanic, hehehe… Tapi berhubung muka Arnol udah ketakutan, gue ngikut kumauannya.

Turun dari banana boat gue maen kejar2 sama Ayu n Umi. Kita lari2an sampe jauh banget dari rombongan. Kita bertiga ke capean trus duduk di pinggir pantai sambil curhat2an, nginget 3 taun masa2 kita di smp ini. Seneng, susah, panas, ujan, kesan pertama kita ketemu, pengakuan dosa, pesen kita setelah kita udah nggak satu sekolahan lagi, dll kita omingin semua. Kita bertiga terlarut dalam perasaan yang sama; kesedihan.

Gue emang terbilang deket sama Ayu n Umi (selain sama Irpan, Wahyu n Triksi tentu aja), jadi pas kita mau pisah seperti sekarang ini…. Sumpah berat banget untuk nerima semua ini. Kita berandai jika ada mesin lorong waktu pasti kita udah ngulang waktu tiga taun lalu dari awal lagi. Tapi itu mustahil.

Life must go on…

Kira2 jam 2 rombongan balik. Tapi sebelumnya belanja dulu di tempat, apa ya namanya gue lupa. Tapi masih di daerah Anyer juga. Dini gue belanja makanan n buah buat oleh2. Eh, gue nemu celana jins pendek warna biru bagusss banget. Tapi harganya nggak bagus; 80 ribu, muahal! Akhirnya gue cuma beli sawo n cemilan2 gitu (maklum kanker-kantong kering-).

Perjalanan pulang nggak seceria saat berangkat ke tempat ini. Lebih suram tepatnya. Kesedihan menyelimuti relung hati kami masing2. Dan mumpung masih ada gue minta potonya “dia” untuk kenangan2 terakhir karna mungkin besok gue udah nggak bisa liat wajah cantik itu lagi. Yah…walo gue nggak pernah jadi milik dia (sediiiiih) tapi paling nggak gue punya kenangan berupa wajahnya “dia” yang sedang tersenyum manis yang gue diabadikan dalam bentuk poto.

*ehm....sapa ya????

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1000 Langkah Menuju Curug 1000


Bogor, 20 februari 2010...

Langit masih kelabu. Sang mentari belum keluar dari peraduannya. Hanya semburat jingganya saja yang menghiasi langit di ufuk timur sana. Semilir angin menyapa pagi lewat belaian lembutnya. Terdengar kicauan burung dari kejauhan yang entah dari mana asalnya. Semetara itu, di dalam villa itu, para anggota Lembaga Kajian Mahasiswa (LKM) tengah asyik dengan kegiatan masing-masing; memasak, nyanyi-nyanyi, diskusi, nonton tv dan lain sebagainya.

Perlahan mentari mulai merangkak naik. Sinar emasnya mengusir kabut yang tadi pagi mengapung di udara. Hawa dingin pun tergantikan dengan hangatnya sinar mentari yang menerobos masuk melalui kaca jendela. Angin yang kebetulan lewat tak sengaja membawa aroma sedap dari arah dapur.

“Eh, semuanya! Sarapan dulu nih!” kata Mefi setengah berteriak.

Dengan kompak semua menyahut, “Horeeeee!!!!!”

Kini semua anggota LKM sudah berkumpul dan siap mengisi perut mereka yang keroncongan. Mereka dibagi menjadi beberapa kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 orang. Masing-masing kelompok terdiri dari satu loyang besar yang bersisi aneka hidangan diatasnya. Dan begitu makanan dibagikan, tak perlu menunggu waktu lama untuk menghabiskan hidangan yang tersaji diatas nampan besar itu.

Sesudah sarapan, mereka kembali berkumpul untuk mendengar beberapa arahan dari Hamzah. Dia menjalaskan rangkaian acara yang akan dilaksanakan hari itu. Dan salah satunya adalah jalan-jalan ke curug. Terdapat dua pilihan: curug Cigamae dan curug 1000. Seperti yang dibilang oleh Hamzah, masing-masing curug punya kelebihan dan kekurangannya.

“Untuk curug Cigamae, saya tidak bisa terlalu banyak mendeskripsiskannya seperti apa, karena, terus terang, saya belum pernah kesana. Tapi jarak kesana –curug Cigamae- lumayan deket dibanding curug 1000. Keuntungannya, kita jadi nggak terlalu capek, karena nanti malem kita juga masih ada acara.

Nah, untuk curug 1000, itu jaraknya cukup jauh. Kurang lebih 4-5 kilometer. Tapi kalo menurut saya, karena dulu saya pernah kesana, pemandangan disana tuh keren banget. Jadi, sekarang terserah kalian mau pilih yang mana.”

“Ke curug Cigamae aja!” celetuk Kiki.

“Nggak! Ke curug 1000 aja!” sahut yang lain.

Satu tangan teracung keudara. Semua mata kini tertuju pada sang pemilik tangan itu. “Gini ya, kalo menurut aku sih mendingan kita ke curug cigamae aja. Selain lebih dekat, pemandangan disana juga nggak kalah bagusnya kok. Ini menurut pengalaman aku ya, kalo kita ke curug 1000, kaki bakalan capek banget dan pegelnya itu sampai ke pinggang. Ini bukannya dilebih-lebihkan, tapi memang kenyataannya seperti itu.” Setelah memberikan komentarnya, Ade menurunkan tangannya keposisi semula.

Masih terdapat kasak-kusuk diantara mereka untuk memilih diantara dua pilihan itu. Kedua belah kubu itu masih keukeuh dengan pilihan mereka. Waktu terus berjalan, hari juga sudah beranjak siang, namun musyawarah belum juga menemui titik temu. Melihat kondisi yang sedikit memanas itu, Tengku Andika[1] segera mengambil langkah bijak untuk mencapai kata mufakat.

“Oke, gini aja deh. Sekarang kita ambil voting. Siapa yang setuju ke curug Cigamae angkat tangan!” perintahnya.

Satu per satu tangan terangkat ke udara. Tengku langsung mengedarkan pandangannya sambil menghitung satu per satu. Dari 33 anggota, hanya sekitar 12 orang saja yang memilih. Dari sini semua juga sudah tahu siapa yang menjadi juaranya.

“Di LKM tidak ada pemaksaan. Kita disini demokrasi. Sekarang saya tawarkan dua pilihan kepada teman-teman yang tadi memilih curug Cigamae. Mau ikut bersama kami ke curug 1000 atau membuat rombongan sendiri ke curug Cigamae. Jadi rombongan dibagi menjadi dua. Ya semua saya kembalikan lagi kepada teman-teman semua! Gimana?” Tengku bertanya sambil menunggu keputusan dari kubu curug Cigamae.

Keputusan akhir adalah rombongan tetap menjadi satu dan tujuan perjalanan siang itu adalah ke curug 1000. Setelah semua siap dengan perlengkapan masing-masing, mereka kembali berkumpul. Dan napak tilas perjalanan menuju curug 1000 dimulai saat langkah kaki kecil mereka beranjak dari villa itu.

Pertama-tama mereka masih dihadapkan dengan jalan yang beraspal dan terus menanjak serta disuguhkan pemandangan yang sangat indah disekeliling mereka. Sejauh mata memandang yang terlihat adalah hamparan hutan hujan tropis serta bukit-bukit yang menjulang yang menampakkan gradasi warna dari hijau ke biru. Setelah tersihir sebentar oleh lukisan alam itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan yang masih panjang itu.

Memasuki kawasan curug 1000, jalan tak lagi beraspal. Batu-batuan cadas terbentang sampai ke pintu masuk. Dengan membayar Rp.90.000 semua rombongan yang berjumlah 30 orang masuk dengan tertib. Perjalanan kini tak lagi menanjak, melainkan menurun. Meskipun demikian tak lantas membuat mereka merasa lega. Jalan setapak dengan semak belukar dikanan-kirinya serta kondisi tanah yang licin ditambah lagi dengan medan yang kucup curam, membuat mereka harus ekstra hati-hati.

Meski rasa lelah mulai menggelayuti mereka, namun dengan semangat yang tinggi serta rasa penasaran akan keindahan curug 1000 membuat langkah kaki kecil mereka tak berhenti untuk melangkah. Langkah 1000 itu kini telah membawa mereka sampai ke tempat tujuan. Rasa lelah itu kini terbayar dengan keindahan yang ditawarkan oleh curug 1000. Tinggi air terjun itu kira-kira 15 meter dari permukaan tanah, dengan debit air yang besar dan langsung terjun bebas kebawah sehingga menimbulkan suara gemuruh dan buih air yang berlimpah. Dibawahnya terdapat banyak sekali batu-batu berukuran besar yang tersebar hampir di sepanjang aliran sungai.

Bak katak yang mendambakan hujan, mereka langsung bersuka-ria bermain air sungai berarus deras itu. Banyak juga yang tak ingin melewatkan moment untuk berpoto dengan latar belakang curug 1000 nan eksotik itu. Sayang, baru dua jam mereka disana, langit yang tadinya cerah berubah kelabu diiringi dengan suara gemuruh petir yang terdengar samara-samar karena teredam oleh suara air terjun.

Karena tak ingin mengambil resiko kehujanan di jalan, mereka memutuskan untuk kembali ke villa. Tanpa perbekalan yang memadai dan tenaga yang sudah terkuras habis, perjalanan pulang terasa lebih berat. Bahkan ada salah seorang peserta rombongan yang menangis karena sudah tak kuat berjalan. Beberapa orang lainnya ada yang terjatuh karena kehilangan keseimbangan.

Setiap beberapa meter pasti mereka berhenti sejenak untuk mengumpulkan tenaga. Begitu seterusnya hingga sampailah mereka diarea pemukiman penduduk yang menjual berbagai macam aneka makanan. Mereka memutuskan untuk istirahat dan makan disana.

Setelah perut kenyang dan tenaga pulih kembali, rombongan pun segera beranjak untuk kembali ke villa. Dengan jalan yang menurun dan dipayungi oleh awan mendung, perjalanan pun tak terasa berat lagi. Pada akhirnya, langkah 1000 telah membawa jiwa dan raga yang lelah itu sampai di villa dengan selamat.



[1] Ketua Umum Lembaga Kajian Mahasiswa (LKM)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

My First Love



This is my first love story. When I was in the third grade of junior high school, I fell in love with a girl in my class. Her name is Lusi. She’s so beautiful. She has a round face, her skin is white and she has beautiful long hair. Her lips look so sweet when she smiles. Sometime she’s wearing her glasses too. She is approximately 155 cm high. Her body is not so thin and not so fat. In my eyes, she’s absolutely a perfect kind of woman.

Lusi is very kind, not only to me but to all of her friends too. She’s a little bit quiet, but she’s very smart. She sounds really soft when she’s speaking. She prefers smiling than laughing out loud. If she laughs, she will close her mouth. She’s a good girl.

Lusi likes reading a lot. One of the books she like to read is ‘Harry Potter’. That why I like Harry Potter so much. Lusi prefers cheese than chocolate, that why I give her some cheese on Valentine’s day. In every break time, I bought her Taro snack. It is her favorite snack. I know all about her, but she doesn’t know much about me. And one thing I’ll always regret, is that she will never be mine……


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hapus air matamu, Putri…


Kupercepat lariku saat kulirik jam tanganku sudah menunjukkan pukul 11.15. Kalau bukan karena motor sialan itu mestinya sudah 15 menit yang lalu aku sampai di taman, tempat aku dan Uchi janjian. Aduh, gawat! Bisa marah besar nih dia.

15 menit kemudian aku sampai di taman dengan nafas tersenggal-senggal ditambah bajuku yang basah kuyup oleh keringat. Hari ini panasnya bukan main. Matahari dengan kurang ajarnya telah menyemprotkan sinarnya secara bertubi-tubi kearahku. Kuusap peluh yang mengalir didahiku sambil celingak-celinguk mencari sosok Uchi.

Tidak berapa lama kemudian mataku menemukan sesosok cewek manis itu sedang duduk-duduk dibawah pohon dengan muka ditekuk plus bibir mengerucut. Feeling-ku jadi tidak enak. Sudah bisa dipastikan kalau sekarang ini Uchi lagi marah besar. Aku menghampiri gadis yang sedang dirudung amarah itu dengan hati-hati.

“Sori…sori Chi…tadi motorku mogok dijalan, trus….”

“Udah deh!!” Uchi langsung memotong kalimatku dengan nada emosi. “Kalo emang nggak niat dateng ya udah nggak usah janjian ketemuan segala!! Kamu tau nggak sih, aku ampe jamuran nungguin kamu disini?!!”

“Iya sori-sori…aku bisa jelasinnya kok!”

“Kata sori nggak bisa balikin keadaan Li! Kalo cuma kata itu yang bisa kamu ucapin, aku juga bisa! Sori …aku harus pergi!!” Uchi langsung beranjak pergi tanpa memberiku kesempatan untuk menjelaskan.

“Uchiiii…!!!” teriakku.

Tanpa sedikit pun menoleh, Uchi malah mempercepat langkahnya.

Aku hanya bisa menghela napas panjang dan hanya bisa memandang nanar punggungnya dari sini. Tidak terlintas dibenakku untuk mengejarnya. Percuma. Aku tahu betul sifat Uchi itu. Pemarah tapi juga penyayang. Lebih baik sekarang aku membiarkan marahnya mereda dulu.

***

Keesokan harinya, Uchi masih kelihatan kesel. Setiap kali aku mengajaknya ngobrol, pasti ia langsung menghindar sambil memperlihatkan muka juteknya. Dalam hati aku nelangsa juga sih. Baru aja 2 minggu jadian udah berantem kayak gini. tapi memang salahku juga sih. Hyyuuff…nasib, nasib.

“Ali..!!”

Telingaku menangkap sebuah suara yang berasal dari belakang. Suara yang aku hapal betul punya siapa itu. Aku menoleh kebelakang dan mendapati Putri sedang berjalan lunglai dengan mata berkaca-kaca, kearahku.

Ada apa Put?” tanyaku cemas.

“Boleh…ngomong sebentar?” pinta Putri padaku dengan bibir bergetar.

Kebetulan saat ini sedang istirahat, jadi tanpa banyak pikir lagi aku langsung mengangguk mengiyakan.

***

“Sekarang mau ngomong apa?” tanyaku sewaktu kami sudah sampai dikelas yang kosong melompong tanpa penghuni. Bisa ditebak sendiri kan kemana perginya warga kelas ini saat jam istirahat!

Putri menyeka air mata yang terlanjur menganak sungai di pipinya. Sambil cecegukan ia berucap lirih kepadaku.

“Aku putus sama Ribas, Li…”

“Kenapa?” tanyaku heran.

Dengan menahan isaknya Putri menjawab, “Dia udah nggak sayang lagi sama aku, Li…hiks. Secara terang-terangan dia ngomong ke aku kalo dia suka sama…Yendi anak X.5”

Putri kembali melanjutkan ceritanya dengan rintikan air mata yang semakin deras. “Bahkan saat mutusin aku, Yendi ada disitu sambil gandengan mesra sama Ribas…hiks. Sumpah…aku benci banget sama mereka, benci, benci banget!!!”

Aku menyerahkan selembar tissue kepada Putri untuk menghapus air mata yang berlinang dipipinya. Sungguh, aku paling tidak tega kalo melihat cewek menangis didepanku. Apalagi cewek itu adalah cewek yang dulu pernah singgah dihatiku. Ya itu dia, Putri.

“Li…aku boleh minta satu permintaan nggak sama kamu?” kata Putri sambil menyapu air matanya.

“Apa?” apapun akan aku lakuin selama aku bias Put, batinku.

Putri tertunduk malu dengan pipi semerah tomat. “Kamu …kamu mau jadi cowok khayalan aku?” pinta Putri membuat aku sedikit tertegun. Permintaan yang aneh.

Aku mengernyitkan dahi, binggung mau jawab apa. “Tapi Put, aku udah….”

“Aku tau…tapi ini cuma khayalan nggak beneran. Dan Uchi ngga perlu tau tentang ini. Tapi…kalo kamu keberatan, aku juga nggak pa-pa kok, aku ngerti..”

“Eh..ng..nggak,” Huh! Lagi-lagi aku tidak tega untuk menolak permintaannya. “aku mau kok jadi pacar khayalan kamu. Tapi cuma khayalan ‘kan nggak lebih??” tanyaku memastikan.

Putri mengangguk sambil tersenyum. Dan hari ini kami resmi jadian. Jadian bo’ongan lebih tepatnya. Namun entah mengapa aku sedikit menyesali keputusanku yang sedikit tergesa-gesa itu.

***

Tiga hari setelah kejadian itu, hubungan aku dan Putri jadi dekat lagi. Semenjak putus dengannya aku memang sedikit menjauh darinya. Sementara itu, hubunganku dengan Uchi juga semakin membaik. Marahnya sudah mulai mereda. Yah, aku kini aku menjadi si “brengsek” yang menjalin hubungan dengan 2 wanita sekaligus. Kesimpulannya, aku telah memasang bom waktu yang suatu saat akan meledak.

Sejujurnya aku merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Selama kurang lebih satu bulan aku menjalin hubungan “khayalan” dengan Putri, dan selama itu pula aku membohongi Uchi tentang hubungan itu. Dan perasaan tidak nyaman itu semakin mengendap di hati dan menguras habis seluruh pikiranku.

Aku tidak menampik kalau aku juga masih sayang dengan Putri. Rasa sayang yang dulu terpendam sekarang muncul lagi kepermukaan. Tapi aku jadi dilemma. Disisi lain aku juga tidak tega membohongi Uchi terus-terusan begini. Karena biar bagaimana pun Uchi lah yang telah membangkitkan hatiku dari keterpukan saat Putri memutuskan untuk jadian dengan Ribas.

Suatu hari Putri datang kekelasku. Bel istirahat sudah berdering dari tadi, tapi entah mengapa saat ini aku enggan sekali untuk keluar kelas. Jadi, penghuni yang ada dikelas ini cuma aku dan Putri. Hanya kami berdua.

Ada apa Put?” tanyaku saat Putri sudah duduk manis disebelahku.

“Aku pingin ngomong serius sama kamu, Li !” kata Putri dengan nada serius. Sorot matanya menusuk langsung dibola mataku.

“Mau ngomong apa sih, kok keliatan serius gitu?!” tanyaku penasaran.

Putri menggenggam erat tanganku. Aku sedikit tertegun, tapi kubiarkan ia melakukan itu. Hal bodoh kedua yang kulakukan.

Suasana tiba-tiba hening. Hanya hembusan napasnya yang ditarik-ulur yang mampu memecah kesunyian itu. Matanya kini merebak lagi. Tak lama kemudian kristal bening mengalir dari sudut matanya.

“Li…maafin aku…” bibir manis itu mulai bersuara. “Meminta kamu untuk jadi pacar khayalan aku adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukin. Mungkin saat itu aku lagi kebawa emosi jadi nggak kepikiran kalo jadinya bakal kayak sekarang…”

Aku masih dalam posisi mematung. Kubiarkan Putri melanjutkan kalimatnya yang sempat tertunda karena suara isakan tangisnya yang mulai pecah.

“Tapi hari ini aku baru sadar…” Putri melanjutkan pembicaraanya lagi. “Sadar kalo sebenernya aku sayang banget sama kamu, Li…sayang banget!” ucap Putri sungguh-sungguh.

Aku sedikit syok mendengar pengakuan barusan. Ada setitik penyesalan yang mengganjal dihatiku saat ini. Kenapa tidak dari dulu ia mengatakan hal ini Put? Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang setelah ada orang lain yang mengisi hatiku? Kenapa? Aku terus bertanya-tanya dalam hati. Kutatap ia dengan sorot mata penyesalan yang tergambar dari raut wajahku.

“Kali ini aku nggak akan memintamu untuk jadi pacar khayalanku lagi…” Rintikan air mata itu semakin deras mengalir di kedua pipinya. “Tapi aku ingin kamu jadi pacar aku yang sesungguhnya. Aku rela kok buat jadi yang kedua dalam hidup kamu…

Aku sayang kamu, Li…”

Aku menghembuskan napas panjang. Mungkin sudah saatnya aku memberi jawaban yang tegas pada Putri. Aku harus memutuskan kabel biru itu agar bom waktu tidak jadi meledak. Meskipun berat tapi aku harus melakukannya.

“Put…maafin aku…aku nggak bisa” tolakku lirih. Kulihat Putri semakin tertunduk dalam tangisnya. “Aku nggak mungkin khianatin Uchi. Dan aku juga nggak mau jadiin kamu yang kedua, karena aku nggak mau nyakitin Uchi.”

Kini giliran aku yang menyelimuti tangan Putri dengan tanganku. Kuremas jemarinya sebagai ungkapan penyesalanku. Putri hanya tertunduk dengan lelehan air mata yang membasahi pipinya.

“Tapi kamu udah nyakitin aku, Li…” ucapnya dengan suara serak.

Aku mengangkat dagunya kemudian mengusap air matanya dengan jemariku.

“Lebih baik sakit sekarang daripada nanti. Dan sungguh, sekalipun aku nggak bermaksud buat nyakitin kamu, Put. Aku cuma nggak mau dua orang yang aku sayang sakit hati cuma gara-gara kecerobohanku mengambil sikap”

“Aku tau sekarang ini kamu sakit hati banget. Tapi percaya sama aku, suatu hari nanti kamu bakal bertemu dengan orang yang jauh lebih baik daripada aku” tambahku lagi.

Putri cecegukan dalam isaknya. Aku tahu ia sangat sedih mendengar keputusanku. Tak banyak yang bisa kuperbuat selain mengelus-elus punggungnya. Kuharap Putri tahu, aku pun sebenarnya sayang padanya. Tapi itu sudah menjadi keputusan finalku. Dalam sebuah keputusan pasti ada yang harus dikorbankan.

“Tapi aku sayang sama kamu, Li. Aku cinta sama kamu!!” kata Putri kembali terisak.

Untuk kedua kalinya aku menghapus air mata yang meleleh di pipinya dengan ibu jariku.

“Aku juga sayang sama kamu Put” akhirnya kejujuran itu mampu juga kukeluarkan dari bibirku. “Tapi aku sudah terlanjur membuat komitmen dengan Uchi. Dan aku nggak mungkin mengingkarinya. Please… jangan kamu pikir seolah-olah aku nggak berat ngelepasin kamu”

“Kalo kamu cinta sama aku, kenapa kamu nggak sama aku aja? Kalo masalahnya Uchi, tadi aku udah bilang kalo aku siap buat jadi yang kedua!?” Putri masih berkeras dengan pendiriannya.

“Cinta nggak harus memiliki Put. Cinta juga nggak bisa di paksa. Kalau kamu sayang sama aku, mestinya kamu bahagia melihat aku bahagia dengan orang lain. Cinta juga bukan alasan untuk seseorang menduakan cintanya. Aku harap kamu mengerti Put…”

Air mata Putri makin deras mengalir dipipinya. Lagi-lagi aku menghapusnya dari sana.

”Detik bergulir sangat cepat tanpa tahu apa yang akan terjadi sama kita nanti. Dan kalau suatu hari nanti aku putus sama Uchi, aku rela buat ngemis-ngemis cinta kamu,” ucapku tulus.

Putri mengangguk lemas. Ia menyeka air matanya dan segera berdiri lalu beranjak pergi. Namun, sebelum ia keluar dari pintu, Putri berucap lirih kepadaku.

I love you, Li…”

Setelah itu Putri berlari keluar sambil menahan tangisannya.

Aku hanya memandang kepergian Putri dengan hati nelangsa. Aku menhela napas panjang sambil mengelus dada untuk menenangkan hatiku. Itu adalah kedua kalinya Putri menangis dihadapanku.

I love you too, Put…”ucapku tak kalah lirih.

Aku memandangi pintu ketika tiba-tiba seorang cewek keluar dari sana. Aku tertegun saat melihat cewek itu juga menitikkan air mata.

“Aku udah denger semua, Li…” kata Uchi dengan bibir bergetar.

Baru saja aku mangap ingin menjelaskan sesuatu, Uchi sudah memotong.

“Nggak usah jelasin apa-apa. Aku udah cukup ngerti kok.” Uchi menyeka air matanya. Aku hanya terdiam dan membiarkan ia melanjukan kata-katanya. “Dan makasih karena kamu udah bo’ongin aku selama ini”

“Kamu berhak marah Chi. Ini emang salah aku,” akuku penuh sesal.

Uchi menggelengkan kepala. “Pengen, pengen aku marah sama kamu. Tapi aku nggak bisa marah sama orang yang udah rela berkorban demi aku….makasih ya Li, kamu udah mau milih aku”

Aku mengangguk sembari melengkungkan senyumku. “Makasih juga karena kamu udah mau percaya sama aku…”

Uchi mendekat kearahku, lalu memeluk erat tubuhku. Bisa kurasakan air matanya merembes di pundakku. Aku membiarkan ia menangis sepuasnya di pundakku, karena dengan begitu rasa bersalahku karena telah membohonginya selama ini, terhapus sudah. Kubelai rambut indahnya sambil berbisik lirih di telinganya.

“Chi…hari kemarin yang udah lewat lupain aja. Kini dan nanti pasti jadi milik kita….”

Bekasi, 24 Oktober

Untuk Ali

Yang telah menemukan pendampingnya


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS