Potret Buram Gedung MKU
Oleh : Waspuhan Muriadi (Pend. B. Prancis/09)
Mata Kuliah Umum atau yang biasa disingkat dengan MKU, merupakan mata kuliah tambahan untuk melengkapi Sistem Kredit Semester (SKS) selain mata kuliah wajib. Bisa dibilang MKU merupakan muara yang mempertemukan mahasiswa dari setiap jurusan yang berasal dari tujuh fakultas di Universitas Negeri
Ketika kita berbicara menganai pendidikan, tentu tak lepas dengan yang namanya sarana dan prasarana. Jika diibaratkan, kedua hal tersebut merupakan tiang yang menunjang mutu atau kualitas pendidikan. Berangkat dari sini kemudian muncul sebuah pertanyaan, sudahkan sarana dan prasarana, khususnya di ruang kelas MKU sudah cukup menunjang? Dari pengalaman penulis dan wawancara dengan beberapa mahasiswa terkait dengan ruang kelas MKU, menjawab pertanyaan diatas, sejauh ini masih jauh dari kata cukup.
Ketidakmerataan pembangunan tidak hanya terjadi di daerah terentu di
Sarana kelas
Kumuh. Pengap. Berantakan. Tiga kata itulah yang kita tangkap saat memasuki ruang kelas di lantai dasar gedung L, Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Kondisi ini sangat kontras dengan ruang kelas yang terdapat di lantai dua dan tiga yang lebih tertata dan nyaman karena dilengkapi pendingin ruangan (AC). Penulis sendiri pernah merasakan ketidaknyamanan itu ketika semester lalu mengambil mata kuliah umum Bahasa Indonesia dan belajar di ruang K.110.
Ruangan itu sangat pengap karena jumlah mahasiswa yang melebihi kapasitas ruang kelas berbanding terbalik dengan minimnya fentilasi udara yang tersedia. Sementara dosen sibuk menerangkan materi, mahasiswa dengan wajah penuh peluh asyik mengipasi dirinya. Dan yang perlu dikritisi lagi adalah soal penerangan yang kurang dan ruang kelas yang berdebu. Kondisi ini diperparah dengan jebolnya triplek yang memisahkan ruang K.110 dengan ruang di sampingnya, sehingga suara bising dari ruang sebelah meredam suara dosen yang sedang mengajar.
Potret buram ini juga dapat kita temui di ruang-ruang lainya yang kondisinya tak jauh beda. Kurangnya sarana dan prasarana yang memandai tentu saja berimbas pada kurang efektifnya proses belajar-mengajar. Dan secara tidak langsung menghambat peningkatan kualitas mahasiswa UNJ.
Dalam bukunya, Kekuasaan dan Pendidikan, H.A.R Tilaar menyebutkan bahwa tren baru dalam mengembangkan universitas dewasa ini hanya dapat diikuti dengan tersedianya tenaga yang berkualitas dan sarana yang memadai.
Selfevaluation
Dalam buku yang sama, H.A.R Tilaar menyebutkan bahwa salah satu dari
Langkah inlah yang agaknya harus dilakukan oleh penentu kebijakan UNJ, untuk segera memberikan fasilitas yang nyaman dan memadai di gedung MKU. Jika pembangunan gedung PSG yang berlantai sepuluh bisa menelan biaya sekitar Rp 94 milyar, maka untuk merenovasi gedung MKU yang hanya satu lantai agaknya bisa direalisasikan dengan penggeluaran anggaran yang tentunya tak terlalu besar.
Belum terlambat untuk melakukan selfevaluation. Tahun ajaran baru masih 2 bulan lagi. Dan waktu yang sempit itu setidaknya bisa dimanfaatkan untuk merenovasi gedung MKU agar pada saat tahun ajaran baru nanti seluruh warga UNJ, baik dosen maupun mahasiswa, bisa tersenyum senang dan dapat melaksanakan proses belajar mengajar yang nyaman dan tenang. Dan tidak ada lagi kesan dianak-tirikan begitu memasuki gedung L itu. Semoga saja para penentu kebijakan UNJ dapat mendengar keluhan mahasiswa dan merealisasikan harapan kita semua untuk gedung MKU yang lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar